MEMBONGKAR AKAR MASALAH
BIDIK MISI
Oleh Arif Habibi
Pendidikan merupakan salah satu
hak mutlak bagi tiap orang.Hak tentang pendidikan tertuang dalam pembukaan UUD
1945 yang bebunyi “Mencerdaskan Kehidupan Bangsa”.Artinya negara mempunyai
kewajiban untuk memberikan pendidikan terhadap seluruh warga negaranya.Atas
tanggung jawab tersebut,pemerintah melalui Kementerian Riset,Teknologi dan
Pendidikan Tinggi menggelontorkan sejumlah dana APBN untuk membantu mahasiswa
yang kurang mampu melalui Bidik Misi.
Dengan harapan untuk dapat
memberikan kesempatan pendidikan setinggi-tingginya kepada seluruh rakyat,pemerintah
rela menyumbangkan trilyunan dana APBN
kepada puluhan ribu mahasiswa ekonomi lemah.Program ini layak diacungi jempol
karena kehadirannya yang mampu membawa
angin segar bagi mahasiswa dan dapat mendongkrak minat pendidikan
masyarakat.Namun program yang digadang-gadang mampu membawa perubahan di masa
depan ini juga tidak luput dari cacat.
Program pemerintah yang baru dijalankan
5 tahun yang lalu ini meninggalkan banyak masalah yang ‘berceceran’. Bila ditelusuri
ke belakang,maka akan muncul permasalahan yang rumit seperti ketidakkompetennya
mahasiswa Bidik Misi,sistem manajemen yang kusut,dan seleksi yang tidak tepat.Jika
dibiarkan,hal ini berpotensi akan menimbulkan masalah baru yang lebih global
seperti Korupsi,Kepincangan sosial hingga mengancam masa depan generasi penerus
bangsa.Lama-kelamaan,Bidik Misi yang asal-asalan akan menjadi ‘bom waktu’
disaat kerusakan bangsa dikarenakan oleh tingkah rakyatnya sendiri.
Untuk menemukan permasalahan
bidik misi tidaklah sulit.Jika kita mencari di Google.com dengan keyword
“Permasalahan Bidikmisi” maka akan muncul setumpuk artikel yang mengulas
mengenai pahit getirnya program ini.Pangkal masalah bidik misi bermula dari
anggapan bahwa semakin banyak mahasiswa suatu Perguruan Tinggi,maka semakin
berkualitas Perguruan Tinggi tersebut. Ibarat sebuah mantra kutukan,anggapan
yang tidak tepat ini akan memunculkan buntut permasalahan,karena berdasarkan UU
no 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi menyatakan bahwa semua perguruan
tinggi yang bekerja sama dalam program Bidikmisi harus menyediakan setidaknya
20 persen dari keseluruhan jumlah mahasiswa baru.Alhasil,lembaga Perguruan
Tinggipun harus memutar otak untuk mengisi kuota mahasiswa Bidikmisinya.
Melonggarkan proses seleksi
maupun proses verifikasi dilakukan sebagai taktik untuk memenuhi kuota yang
telah ditentukan.Mata rantai masalah terus berlanjut.Sistem seleksi yang
asal-asalan akan menciptakan calon mahasiswa
penerima bidik misi yang tidak tepat sasaran.Akhirnya,hal ini hanya akan
menimbulkan efek domino dengan munculnya paradigma negatif dari banyak pihak
mengenai gagalnya program yang menelan banyak dana anggaran ini.
Namun tak bisa dipungkiri bahwa
program Bidik misi merupakan program pertisius yang dapat mengubah nasib bangsa
di masa yang akan datang.Akan tetapi untuk mewujudkannya perlu penanganan yang
serius dan peran serta banyak kalangan.Kita hanya bisa berharap semoga semua
pihak yang terkait dapat berintropeksi diri dan saling membenahi agar program
Bidikmisi ini dapat benar-benar mensejahterakan rakyat Indonesia sesuai
slogannya “Menggapai asa, memutus rantai kemiskinan”
0 komentar:
Posting Komentar