MAKALAH
AGAMA ISLAM
Berperilaku
Dengan Sifat – sifat Terpuji
Taubat
dan Raja’
Guru Pengajar:Syifaur Rohmah,S.Pdi
Nama Kelompok :
1.
Arif habibi
2.
Ardi Cahya Pratama
3.
Febri Adi R
4.
Novan Hariawan
5 Agung Setiono
6. Yeni Setia R
SMK NEGERI 7 JEMBER
Jalan PB.Sudirman No.16 Telp./Fax (0334)321400 Sumberbaru-Jember
e-mail:smkn7jember@ymail.com Website:www.smkn7jember.sch/id
KATA PENGANTAR
Dengan nama Allah yang maha pengasih dan maha penyayang.
Segala puji dan syukur bagi Allah swt yang dengan ridho-Nya kita dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik dan lancar. Sholawat dan salam tetap kami
haturkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad saw dan untuk para keluarga,
sahabat dan pengikut-pengikutnya yang setia mendampingi beliau. Terima kasih
kepada keluarga teman-teman dan yang terlibat dalam pembuatan makalah ini yang
dengan do'a dan bimbingannya makalah ini dapat terselesaikan dengan lancar.
Dalam makalah ini, kami menguraikan tentang ”Berperilaku
dengan Sifat-Sifat Terpuji” terdiri dari taubat dan raja’ yang kami ambil
dari berbagai sumber, diantaranya buku dan internet. Makalah ini diharapkan
bisa menambah wawasan dan pengetahuan yang selama ini kita cari. Kami berharap
bisa dimafaatkan semaksimal mugkin.
Tidak gading yang tak retak, demikian pula makalah ini,
oleh karena itu saran dan kritik yang membangun tetap kami nantikan dan kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Sumbarbaru, 9
Oktober 2013
Penyusun
DAFTAR
ISI
Judul …………………………………………………………………………………………………………….………………1
Kata Pengant…………………………………………………………………………………………………………………2
Daftar
Isi ………………………………………………………………………………………………………………………3
BAB I PEMBAHASAN
1. Taubat…………………………………………………………………………………………………………………….…4
2. Raja’........………………………………………………………………………………………………………………… 12
BAB II PENUTUP
1. Kesimpulan………………….…………………………………………………………………………………………. 12
2. Saran. ……………………………………………………………………………………………………………………… 12
Daftar Pustaka …………………………………………………………………………………………………………..…13
BAB
I
PEMBAHASAN
1. TAUBAT
Dalam
menjalani kehidupan, seseorang tentu harus mempersiapkan bekal untuk hari
kemudian. Bekalnya adalah iman, ilmu dan amal shaleh. Keimanan yang disertai
amal shaleh akan membawa keselamatan dan kesejahteraan, baik di dunia maupun
diakhirat. Apalagi jika ditambah dengan perilaku terpuji seperti bertaubat,
raja’ (menunjukkan sikap mengharap kerido’an Allah), optimis, dinamis, mampu
berfikir kritis, dan mampu mengendalikan diri
- Pengertian Taubat
Taubat
secara etimologis (bahasa) berasal dari kata tâba (fi’il madhi), yatûbu (fi’il
mudhari’), taubatan (mashdar), yang berarti “kembali” atau “pulang” (raja’a)
(Haqqi, 2003). Adapun secara terminologis (menurut makna syar’i), secara
ringkas Imam an-Nawawi mengatakan, taubat adalah raja’a ‘an al-itsmi (kembali
dari dosa) (Syarah Shahih Muslim, XVII/59). Dengan kata lain, taubat adalah
kembali dari meninggalkan segala perbuatan tercela (dosa) untuk melakukan
perbuatan yang terpuji (‘Atha, 1993).
Taubat
tersebut adalah suatu keniscayaan bagi manusia, sebab tidak satu pun anak
keturunan Adam AS di dunia ini yang tidak luput dari berbuat dosa. Semua
manusia, pasti pernah melakukan berdosa. Hanya para nabi dan malaikat saja yang
luput dari dosa dan maksiyat. Manusia yang baik bukan orang yang tidak berdosa,
melainkan manusia yang jika berdosa dia melakukan taubat.
Artinya
: “…Sesungguhnya Allah itu menyukai orang-orang yang tobat kepada-Nya dan dia
menyukai orang-orang yang membersihkan diri.” (QS Al Baqarah : 222)
Taubat
adalah proses menyadari kesalahan yang telah diperbuat dan berupaya sekuat hati
untuk tidak melakukannya kembali atau permohonan ampun kepada Allah SWT atas
kesalahan (kekhilafan) dan atas perbuatan dosa yang telah dilakukannya
Hadis
nabi Muhammad SAW yang artinya : “Sesungguhnya Allah menerima taubat hambanya
selagi ia belum tercungak-cungak hendak mati (nyawanya berbalik-balik
dikerongkongan).” (HR Ahmad)
v
Kesalahan atau kekhilafan yang
dilakukan terhadap orang lain, diantaranya seperti hal-hal berikut:
a) Tidak memuliakan anak yatim piatu, tidak menganjurkan dan
memberi makan orang miskin, memakan harta dengan mencampuradukkan yang hak
dengan yang bathil dan mencintai harta yang berlebihan.
b) Bakhil, merasa tidak cukup dan mendustakan pahala yang baik.
c)
Mengumpat, mencela, prasangka dan
olok-olok.
d) Tidak melaksanakan rukun Islam, terutama mendirikan salat
B.Syarat-Syarat
Taubat
1)
Menyesal atas segala perbuatan dosa
yang pernah dilakukan.
2)
Mensucikan diri dari perbuatan
maksiat yang sudah dilakukan. Kerana tidak ada artinya bertaubat jika dosa
masih terus dikerjakan.
3)
Bertekad dengan sungguh-sungguh
bahawa tidak akan mengulanginya lagi, selama hidup di dunia, sampai mengucapkan
selamat tinggal pada dunia yang fana ini.
- Syarat diterimanya Taubat yaitu;
1)
Ikhlas. Artinya, taubat pelaku dosa
harus ikhlas semata-mata karena Allah, bukan karena lainnya.
2)
Menyesali dosa yang telah
diperbuatnya.
3)
Meninggalkan sama sekali maksiat
yang telah dilakukannya.
4)
Tidak mengulangi. Artinya, seorang
muslim harus bertekad tidak mengulangi perbuatan dosa tersebut.
5)
Istighfar. Yaitu memohon ampun
kepada Allah atas dosa yang dilakukan terhadap hakNya.
6)
Memenuhi hak bagi orang-orang yang
berhak, atau mereka melepaskan haknya tersebut.
7)
Waktu diterimanya taubat itu
dilakukan di saat hidupnya, sebelum tiba ajalnya. Sabda Nabi Shallallaahu
alaihi wa Sallam : “Sesungguhnya Allah akan menerima taubat seorang hambaNya
selama belum tercabut nyawanya.” (HR. At-Tirmidzi, hasan).
- Keutamaan Taubat
Pada hakikatnya taubat itulah isi
ajaran Islam dan fase-fase persinggahan iman. Setiap insan selalu membutuhkannya
dalam menjalani setiap tahapan kehidupan. Maka orang yang benar-benar
berbahagia ialah yang menjadikan taubat sebagai sahabat dekat dalam
perjalanannya menuju Allah dan negeri akhirat. Sedangkan orang yang binasa
adalah yang menelantarkan dan mencampakkan taubat di belakang punggungnya.
Beberapa di antara keutamaan taubat ialah:
1)
Taubat adalah sebab untuk meraih
kecintaan Allah ‘azza wa jalla.
Allah ta’ala berfirman,
“Sesungguhnya Allah mencintai
orang-orang yang bertaubat dan mencintai orang-orang yang suka membersihkan
diri.” (QS. Al Baqarah: 222)
2)
Taubat merupakan sebab
keberuntungan.
Allah ta’ala berfirman
“Dan bertaubatlah kepada Allah
wahai semua orang yang beriman, supaya kalian beruntung.” (QS. An Nuur: 31)
3)
Taubat menjadi sebab diterimanya
amal-amal hamba dan turunnya ampunan atas kesalahan-kesalahannya.
Allah ta’ala berfirman
“Dialah Allah yang menerima
taubat dari hamba-hambaNya dan Maha mengampuni berbagai kesalahan.” (QS. Asy Syuura: 25)
Allah ta’ala juga berfirman
“Dan
barang siapa yang bertaubat dan beramal saleh maka sesungguhnya Allah akan
menerima taubatnya.” (QS. Al Furqaan: 71) artinya
taubatnya diterima
4)
Taubat merupakan sebab masuk surga
dan keselamatan dari siksa neraka.
Allah ta’ala berfirman,
“Maka
sesudah mereka (nabi-nabi) datanglah suatu generasi yang menyia-nyiakan shalat
dan memperturutkan hawa nafsu, niscaya mereka itu akan dilemparkan ke dalam
kebinasaan. Kecuali orang-orang yang bertaubat di antara mereka, dan beriman
serta beramal saleh maka mereka itulah orang-orang yang akan masuk ke dalam
surga dan mereka tidaklah dianiaya barang sedikit pun.” (QS. Maryam: 59, 60)
5)
Taubat adalah sebab mendapatkan
ampunan dan rahmat.
Allah ta’ala berfirman,
“Dan orang-orang yang mengerjakan
dosa-dosa kemudian bertaubat sesudahnya dan beriman maka sesungguhnya Tuhanmu
benar-benar Maha Pengampun dan Penyayang.” (QS.
Al A’raaf: 153)
6)
Taubat merupakan sebab berbagai kejelekan
diganti dengan berbagai kebaikan.
Allah ta’ala berfirman,
“Dan barang siapa yang melakukan
dosa-dosa itu niscaya dia akan menemui pembalasannya. Akan dilipatgandakan
siksa mereka pada hari kiamat dan mereka akan kekal di dalamnya dalam keadaan
terhina. Kecuali orang-orang yang bertaubat dan beriman serta beramal saleh
maka mereka itulah orang-orang yang digantikan oleh Allah keburukan-keburukan
mereka menjadi berbagai kebaikan. Dan Allah maha pengampun lagi maha penyayang.”(QS. Al Furqaan: 68-70)
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Seorang
yang bertaubat dari suatu dosa sebagaimana orang yang tidak berdosa.” (HR. Ibnu Majah, dishahihkan oleh Al Albani)
7)
Taubat menjadi sebab untuk meraih
segala macam kebaikan.
Allah ta’ala berfirman,
“Apabila
kalian bertaubat maka sesungguhnya hal itu baik bagi kalian...” (QS. At Taubah: 3)
Allah ta’ala juga berfirman,
“Maka apabila mereka bertaubat
niscaya itu menjadi kebaikan bagi mereka,
dan jika mereka berpaling, niscaya Allah akan mengazab mereka dengan azab yang
pedih di dunia dan akhirat; dan mereka sekali-kali tidaklah mempunyai pelindung
dan tidak (pula) penolong di muka bumi.” (QS. At Taubah: 74)
8)
Taubat adalah sebab untuk menggapai
keimanan dan pahala yang besar.
Allah ta’ala berfirman,
“Kecuali orang-orang yang
bertaubat, memperbaiki diri dan berpegang teguh dengan agama Allah serta
mengikhlaskan agama mereka untuk Allah mereka itulah yang akan bersama dengan
kaum beriman dan Allah akan memberikan kepada kaum yang beriman pahala yang
amat besar.” (QS. An Nisaa’: 146)
9)
Taubat merupakan sebab turunnya
barakah dari atas langit serta bertambahnya kekuatan.
Allah ta’ala berfirman,
“Wahai kaumku, minta ampunlah
kepada Tuhan kalian kemudian bertaubatlah kepada-Nya niscaya akan dikirimkan
kepada kalian awan dengan membawa air hujan yang lebat dan akan diberikan
kekuatan tambahan kepada kalian, dan janganlah kalian berpaling menjadi orang
yang berbuat dosa.” (QS. Huud: 52)
10) Keutamaan taubat yang lain adalah menjadi sebab malaikat
mendoakan orang-orang yang bertaubat.
Hal ini sebagaimana difirmankan
Allah ta’ala,
“Para
malaikat yang membawa ‘Arsy dan malaikat lain di sekelilingnya senantiasa
bertasbih dengan memuji Tuhan mereka, mereka beriman kepada-Nya dan memintakan
ampunan bagi orang-orang yang beriman. Ya Rabb kami, rahmat dan ilmu-Mu maha
luas meliputi segala sesuatu, ampunilah orang-orang yang bertaubat dan
mengikuti jalan-Mu serta peliharalah mereka dari siksa neraka.” (QS.Al Mu’min: 7).
11)
Keutamaan taubat yang lain adalah ia
termasuk ketaatan kepada kehendak Allah ‘azza wa jalla.
Hal ini sebagaimana difirmankan
Allah ta’ala,
“Dan Allah menghendaki untuk
menerima taubat kalian, sedang
orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya bermaksud supaya kamu berpaling
sejauh-jauhnya (dari kebenaran).” (QS. An Nisaa’: 27). Maka orang yang bertaubat berarti
dia adalah orang yang telah melakukan perkara yang disenangi Allah dan
diridhai-Nya.
12) Keutamaan taubat yang lain adalah Allah bergembira dengan
sebab hal itu.
Hal ini sebagaimana disabdakan oleh
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang artinya, “Sungguh
Allah lebih bergembira dengan sebab taubat seorang hamba-Nya ketika ia mau bertaubat
kepada-Nya daripada kegembiraan seseorang dari kalian yang menaiki hewan
tunggangannya di padang luas lalu hewan itu terlepas dan membawa pergi bekal
makanan dan minumannya sehingga ia pun berputus asa lalu mendatangi sebatang
pohon dan bersandar di bawah naungannya dalam keadaan berputus asa akibat
kehilangan hewan tersebut, dalam keadaan seperti itu tiba-tiba hewan itu sudah
kembali berada di sisinya maka diambilnya tali kekangnya kemudian mengucapkan
karena saking gembiranya, ‘Ya Allah, Engkaulah hambaku dan akulah tuhanmu’, dia
salah berucap karena terlalu gembira.” (HR.
Muslim)
13)
Taubat juga menjadi sebab hati
menjadi bersinar dan bercahaya.
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya: Sesungguhnya
seorang hamba apabila berbuat dosa maka di dalam hatinya ditorehkan sebuah
titik hitam. Apabila dia meninggalkannya dan beristighfar serta bertaubat maka
kembali bersih hatinya. Dan jika dia mengulanginya maka titik hitam itu akan
ditambahkan padanya sampai menjadi pekat, itulah raan yang disebutkan Allah
ta’ala,
“Sekali-kali tidak akan tetapi
itulah raan yang menyelimuti hati mereka akibat apa yang telah mereka
kerjakan.” (QS. Al Muthaffifin: 14) (HR.
Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah dan dihasankan Al Albani).
2. Raja’
A.
Pengertian Raja’
Pengertian
raja’ secara bahasa, berasal dari bahasa arab, yaitu “rojaun” yang berarti
harapan atau berharap. Raja’ yang dikehendaki oleh islam adalah mempunyai
harapan kepada Allah untuk mendapatkan ampunan-Nya, memperoleh kesejahteraan
dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat serta yang terpenting adalah mengharap
rahmat serta keridaan Allah.
Raja’
merupakan perbuatan terpuji. Raja’ dapat meningkatkan keimanan dan lebih
mendekatkan diri kepada Allah. Untuk itu, seseorang yang berharap memperoleh
rahmat dan rida Allah serta kebahagiaan di dunia dan di akhirat, tentunya akan
berusaha melakukan perbuatan yang dapat mewujudkan harapannya tersebut. Namun
jika seseorang hanya berharap saja tanpa mau berusaha, hal ini disebut
berangan-angan pada sesuatu yang mustahil atau yang disebut dengan tamammi, yang dampaknya nanti
menyebabkan seseorang berputus asa, putus harapan terhadap rahmat dan rida
Allah. Hal ini merupakan kebalikan dari sifat raja’. Oleh karena itu, sifat
putus asa ini dilarang oleh Allah SWT…
Firman Allah SWT.:
“…dan jangan kamu berputus asa dari rahmat
Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang
kafir.”(QS. Yusuf:87).
Orang
yang berputus asa dari rahmat Allah, berarti ia telah barprasangka buruk kepada
Allah.
Kita
selaku manusia tidak terlepas dari salah dan dosa, untuk itu kita wajib
senantiasa berharap rahmat dan ampunan Allah SWT. Sebanyak dan sebesar apapun
kesalahan dan dosa yang telah kita lakukan, kita tetap diperintahkan untuk
mengharap ampunan dari Allah SWT.
“Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan
Kuperkenankan bagimu…”(QS.Al
Mu’min:60).
Kita
dilarang untuk berputus asa dalam menghadapi masalah dalam kehidupan di dunia
dan dalam mengharap ampunan dari Allah.
“katakanlah:
“Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap terhadap diri mereka sendiri,
janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni
dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah yang maha pengampun lagi maha
penyayang.”(QS. Az Zumar:53).
Sikap
raja’ atau mengharap rahmat Allah, dalam praktiknya tentu harus berusaha dengan
sungguh-sungguh dengan mengerjakan segala yang diperintah Allah serta menjauhi
larangan-Nya, sesuai dengan apa yang dicontohkan Rasulullah.
“Sesungguhnya
telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang-orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia
banyak menyebut Allah.”(QS.Al
Azhab:21).
Bagi
orang yang berharap ingin bertemu dengan Allah di surga, hendaknya ia beramal
saleh dan tidak mempersekutukan Allah dengan yang lainnya.
“Barang
siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal
yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadat kepada
Tuhannya.”(QS.Al Kahfi:110).
Seseorang
yang mempunuai sifat raja’ tentu akan bersikap optimis, dinamis, selalu
berpikir kritis dan semakin sadar serta mengenal dirinya sendiri.
Raja'
berarti mengharapkan sesuatu dari Allah swt. Ketika berdo’a maka kita harus
penuh harap bahwa do’a kita akan dikabul oleh Allah Swt.
1. Peranan raja'
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
rahimahullah mengatakan: "Ketahuilah sesungguhnya penggerak hati menuju
Allah 'azza wa jalla ada tiga: Al-Mahabbah (cinta), Al-Khauf (takut) dan
Ar-Rajaa' (harap). Yang terkuat di antara ketiganya adalah mahabbah. Sebab rasa
cinta itulah yang menjadi tujuan sebenarnya. Hal itu dikarenakan kecintaan
adalah sesuatu yang diharapkan terus ada ketika di dunia maupun di akhirat.
Berbeda dengan takut. Rasa takut itu nanti akan lenyap di akhirat (bagi orang
yang masuk surga).
Allah ta'ala berfirman :
"Ketahuilah, sesungguhnya para
wali Allah itu tidak ada rasa takut dan sedih yang akan menyertai mereka." (QS. Yunus: 62)
Sedangkan rasa takut yang diharapkan
adalah yang bisa menahan dan mencegah supaya (hamba) tidak melenceng dari jalan
kebenaran. Adapun rasa cinta, maka itulah faktor yang akan menjaga diri seorang
hamba untuk tetap berjalan menuju sosok yang dicintai-Nya. Langkahnya untuk
terus maju meniti jalan itu tergantung pada kuat-lemahnya rasa cinta.
2. Raja' yang terpuji
Syaikh Al 'Utsaimin berkata:
"Ketahuilah, raja' yang terpuji hanya ada pada diri
orang yang beramal taat kepada Allah dan berharap pahala-Nya atau bertaubat
dari kemaksiatannya dan berharap taubatnya diterima, adapun raja' tanpa disertai amalan adalah raja'
yang palsu, angan-angan belaka dan tercela." (Syarh Tsalatsatu Ushul, hal.
58).
3. Raja' adalah ibadah
"Orang-orang yang diseru oleh
mereka itu justru mencari jalan perantara menuju Rabb mereka siapakah di antara
mereka yang bisa menjadi orang paling dekat kepada-Nya, mereka mengharapkan
rahmat-Nya dan merasa takut dari siksa-Nya." (QS. al-Israa': 57)
Allah menceritakan kepada kita
melalui ayat yang mulia ini bahwa sesembahan yang dipuja selain Allah oleh kaum
musyrikin yaitu para malaikat dan orang-orang shalih mereka sendiri mencari
kedekatan diri kepada Allah dengan melakukan ketaatan dan ibadah, mereka
melaksanakan perintah-perintah-Nya dengan diiringi harapan terhadap rahmat-Nya
dan mereka menjauhi larangan-larangan-Nya dengan diiringi rasa takut tertimpa
azab-Nya karena setiap orang yang beriman tentu akan merasa khawatir dan takut
tertimpa hukuman-Nya
4. Raja' yang disertai dengan ketundukan
dan perendahan diri
Syaikh Al 'Utsaimin rahimahullah
berkata: "Raja' yang disertai dengan perendahan diri dan ketundukan
tidak boleh ditujukan kecuali kepada Allah 'azza wa jalla. Memalingkan raja' semacam ini kepada selain Allah adalah kesyirikan, bisa
jadi syirik ashghar dan bisa jadi syirik akbar tergantung pada isi hati orang
yang berharap itu..." (Syarh Tsalatsatu Ushul, hal. 58)
5. Mengendalikan raja'
Sebagian ulama berpendapat:
"Seyogyanya harapan lebih didominasikan tatkala berbuat ketaatan dan
didominasikan takut ketika muncul keinginan berbuat maksiat." Karena
apabila dia berbuat taat maka itu berarti dia telah melakukan penyebab
tumbuhnya prasangka baik (kepada Allah) maka hendaknya dia mendominasikan harap
yaitu agar amalnya diterima. Dan apabila dia bertekad untuk bermaksiat maka
hendaknya ia mendominasikan rasa takut agar tidak terjerumus dalam perbuatan
maksiat.
Sebagian yang lain mengatakan:
"Hendaknya orang yang sehat memperbesar rasa takutnya sedangkan orang yang
sedang sakit memperbesar rasa harap." Sebabnya adalah orang yang masih
sehat apabila memperbesar rasa takutnya maka dia akan jauh dari perbuatan
maksiat. Dan orang yang sedang sakit apabila memperbesar sisi harapnya maka dia
akan berjumpa dengan Allah dalam kondisi berbaik sangka kepada-Nya. Adapun
pendapat saya sendiri dalam masalah ini adalah: hal ini berbeda-beda tergantung
kondisi yang ada. Apabila seseorang dikhawatirkan dengan lebih condong kepada
takut membuatnya berputus asa dari rahmat Allah maka hendaknya ia segera
memulihkan harapannya dan menyeimbangkannya dengan rasa harap. Pada hakikatnya
manusia itu adalah dokter bagi dirinya sendiri apabila hatinya masih hidup.
Adapun orang yang hatinya sudah mati dan tidak bisa diobati lagi serta tidak
mau memperhatikan kondisi hatinya sendiri maka yang satu ini bagaimanapun cara
yang ditempuh tetap tidak akan sembuh." (Fatawa Arkanil Islam, hal. 58-59)
B.
Dengan demikian seorang muslim
yang memiliki ciri-ciri sikap Raja' adalah:
1) Dalam berusaha seseorang akan mengawali dengan niat karena
Allah.
2)
Senantiasa berfikir positif dan
dinamis, memiliki pengharapan yang baik bahwa usahanya akan berhasil, serta siap menghadapi resiko.
3) munculnya sikap ulet, pantang menyerah dalam menghadapi
cobaan.
4) Selalu bertawakkal kepada Allah. Selalu berusaha
meningkatkan diri untuk lebih baik.
5) Memiliki sifat bersyukur kepada Allah.
C.
Manfaat dan hikmah raja :
1)
Memperoleh keridaan Allah
2)
Terhindar dari perbuatan dosa
3)
Mendapatkan kepuasan hidup
4)
Mendekatkan diri kita pada Allah
S.W.T
5)
Sarana penyelesaian persoalan hidup
6)
Memperoleh kebahagiaan hidup di dunia
dan akhirat
BAB II
PENUTUP
1. Kesimpulan
Sudah selayaknya setiap mislim, baik
laki-laki maupun perempuan bersikap dengan akhlak yang terpuji. Diantaranya
taubat dan raja’. Karena taubat adalah suatu keniscayaan bagi manusia, sebab
tidak ada satupun anak keturunan Adam AS di dunia ini yang tidak luput dari
berbuat dosa. Selain itu, seharusnyalah kita selalu raja’(berharap) hanya
kepada Allah SWT untuk mendapatkan rahmat dan rida-Nya. Karena raja’ menjadikan
seseorang bersikap optimis, dinamis dan berpikir kritis.
2. Saran
Coba anda bayangkan, betapa
gembiranya anda jika tiba-tiba anda menemukan
kembali semua barang-barang anda yang hilang. Namun kegembiraan Allah lebih
besar dikala mendapati hamba-Nya yang bertaubat kepada-Nya. Dan jika, manusia
tiada lagi bertaubah kepada Allah, maka Allah akan menggantikannya
dengan kaum lain yang bertaubah kepada-Nya.
Oleh karenanya,
janganlah putus harapan atau berhenti meminta
ampunan-Nya. Karena taubat amatlah penting sehingga Nabi Muhammad SAW pun dalam
sebuah hadis mengatakan,“Oh umatku! bertaubatlah dan mintalah ampunan Allah,
sesungguhnya aku meminta ampunan Allah seratus kali setiap harinya.(”Sahih
Muslim vol.4 hal.1418 no.6523).
Tiada dosa yang
terlalu besar untuk kembali bertaubah atau terlalu kecil. Janganlah memohon
ampunan kepada siapapun.“Janganlah menganggap remeh dosamu., namun ingatlah
kebesaran dari Tuhan yang telah engkau langgari perintah-Nya.”(al Baihaqi
‘Sh’abul Iman’ (5/430).
Razak
Fathur. 2007. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Arya Duta.
0 komentar:
Posting Komentar