Indonesia Bangkit Dari Penjajahan Digital
Kemerdekaan di era digital. Membaca
kalimat ini, saya jadi teringat dengan salah satu pesan bung Karno, kurang
lebih seperti ini : ”Anak cucuku, perjuangan kami hari ini masih tidak seberapa
dengan perjuanganmu kelak. Hari ini kami berjuang melawan bangsa penjajah, namun
kelak perjuangan kalian lebih berat karena harus melawan bangsa sendiri”.
Berbicara mengenai era digital,
berarti membahas mengenai dunia tak terbatas yang terus berkembang dalam banyak
sektor. Era digital berarti era kejayaan teknologi Informasi, dimana teknologi
informasi dan kecanggihannya memudahkan pekerjaan manusia dan membantu kita
dalam kehidupan sehari-hari.
Mau tidak mau, fenomena digital
harus dihadapi oleh seluruh bangsa di dunia yang menginginkan kemajuan. Tidak
terkecuali bagi bangsa kita tercinta, tanah air Indonesia. Negeri dengan 1001 keragaman
suku bangsa dan budaya ini tidak terlepas dari pengaruh arus digital.
Pembangunan digital mulai terlihat disana-sini. Pendidikan, ekonomi,
infrastruktur, sosial bahkan budaya.
Pemerintahan saat ini juga terlihat semakin beradaptasi dengan perubahan zaman.
Ada banyak yang berubah dari Indonesia sepuluh tahun yang lalu, mulai dari
Facebook sampai e-KTP, Bukalapak hingga Go-Jek.
Teknologi digital memang alat yang hebat,
ibarat tongkat sihir yang dapat menyulap berbagai masalah menjadi kemudahan
dalam sekali ayun. Sebuah fakta yang tidak bisa disangkal. Namun, seperti dua
sisi mata uang, dimana ada dampak positif pasti ada dampak negatif. Era digital
tidak hanya menawarkan kemudahan dan kecanggihan saja, melainkan bencana bagi
orang-orang yang tidak dapat menggunakannya secara bijaksana. Sebut saja
penipuan, pencurian, kabar bohong, ujaran kebencian dan istilah-sitilah lain
yang merujuk pada satu induk permasalahan, kejahatan cyber.
Di awal kemunculannya, kejahatan
cyber hanya berputar pada masalah keamanan sistem informasi, seperti peretasan
situs, pembobolan ATM, penyadapan dan kejahatan ‘lugu’ lainnya. Namun
belakangan, modus kejahatan cyber mulai sedikit berevolusi. Kini bermunculan
generasi baru kejahatan cyber, kabar bohong (hoax) dan pencemaran nama baik
melalui Internet dan dunia digital.
Masih segar di ingatan “perang
saudara” saat menjelang pilkada gubernur Jakarta tahun 2015 lalu, dimana rakyat
yang satu dengan lainnya saling menghujat, saling mejatuhkan satu sama lain
melalui media digital. Internet digunakan sebagai alat menebarkan kebencian,
mengadu domba dan pembunuhan karakter secara tak kasat mata. Sampa disini,
terbukti sudah apa yang dikatakan oleh Bung Karno 50 tahun yang lalu, bahwa
kita akan berperang melawan bangsa sendiri.
Namun kejahatan digital tak
berhenti sampai disitu saja. Muncul banyak perilaku negatif lainnya yang
menggunakan teknologi informasi khususnya media social. Sebut saja kejahatan
pornografi melalui Facebook, kasus plagiarisme siswi SMA, hingga yang masih
hangat diperbincangkan, industri pembuat kabar bohong Saracen. Dibalik itu
semua, masih banyak ribuan kasus kecil yang kurang mendapat perhatian karena dianggap
tidak menghebohkan.
Akhirnya, teknologi informasi
yang awalnya dibuat untuk tujuan mulia beruah menjadi malapetaka. Terbukti
sudah apa yang dikatakan oleh proklamator kita dulu. Sebuah masa telah datang,
zaman yang bisa disebut “Penjajahan Digital”.
Melihat ini semua kita tidak bisa
berpangku tangan begitu saja. Mari kita rebut kemerdekaan digital yang
sesungguhnya. Merdeka dari penipuan, merdeka dari adu domba, merdeka dari
bodohnya penggunaan teknologi digital. Bersama kita gunakan teknologi informasi
sebaik mungkin dengan bijaksana. Kita sadarkan orang-orang yang menggunakan
teknologi semaunya, kita bangun bangsa yang kuat, eratkan kembali rantai
nasionalisme. Mewujudkan kemerdekaan di era digital.
Seperti kata Bung Karno, tidaklah
mudah melawan kawan sendiri. Kemajemukan yang telah disalahgunakan harus kita
rekatkan kembali dengan ideologi bangsa ini, Pancasila. Sekali lagi, hal ini
tidak akan mudah. Menghentikan tangan-tangan jahil perusak bangsa. Namun jika
dibiarkan, perjuangan para pahlawan akan sia-sia. Darah dan air mata yang telah
dikorbankan untuk negeri ini akan tebuang percuma.
Entah untuk berapa lama kita akan
berjuang, melawan ombak globalisasi dan digitalisasi. Namun ini adalah
kesempatan kita untuk membuktikan kepada generasi terdahulu bahwa kita bisa
mempertahankan kemerdekaan ini. Sekali lagi bangsa ini harus berjuang, namun
kali ini berjuang melawan perpecahan, membangun dunia digital yang sebenarnya.
Demi Indonesia yang maju, modern dan berteknologi digital. Mari wujudkan
kemerdekaan di era digital. Diragahyu Indonesia yang ke-72. Merdeka!
Artikel ini diikutsertakan dalam
lomba blog PalingBaru #LombaBlogPalingBaru