Rabu, 30 Agustus 2017

Indonesia Bangkit Dari Penjajahan Digital



Kemerdekaan di era digital. Membaca kalimat ini, saya jadi teringat dengan salah satu pesan bung Karno, kurang lebih seperti ini : ”Anak cucuku, perjuangan kami hari ini masih tidak seberapa dengan perjuanganmu kelak. Hari ini kami berjuang melawan bangsa penjajah, namun kelak perjuangan kalian lebih berat karena harus melawan bangsa sendiri”.

Berbicara mengenai era digital, berarti membahas mengenai dunia tak terbatas yang terus berkembang dalam banyak sektor. Era digital berarti era kejayaan teknologi Informasi, dimana teknologi informasi dan kecanggihannya memudahkan pekerjaan manusia dan membantu kita dalam kehidupan sehari-hari.

Mau tidak mau, fenomena digital harus dihadapi oleh seluruh bangsa di dunia yang menginginkan kemajuan. Tidak terkecuali bagi bangsa kita tercinta, tanah air Indonesia. Negeri dengan 1001 keragaman suku bangsa dan budaya ini tidak terlepas dari pengaruh arus digital. Pembangunan digital mulai terlihat disana-sini. Pendidikan, ekonomi, infrastruktur, sosial  bahkan budaya. Pemerintahan saat ini juga terlihat semakin beradaptasi dengan perubahan zaman. Ada banyak yang berubah dari Indonesia sepuluh tahun yang lalu, mulai dari Facebook sampai e-KTP, Bukalapak hingga Go-Jek.

Teknologi digital memang alat yang hebat, ibarat tongkat sihir yang dapat menyulap berbagai masalah menjadi kemudahan dalam sekali ayun. Sebuah fakta yang tidak bisa disangkal. Namun, seperti dua sisi mata uang, dimana ada dampak positif pasti ada dampak negatif. Era digital tidak hanya menawarkan kemudahan dan kecanggihan saja, melainkan bencana bagi orang-orang yang tidak dapat menggunakannya secara bijaksana. Sebut saja penipuan, pencurian, kabar bohong, ujaran kebencian dan istilah-sitilah lain yang merujuk pada satu induk permasalahan, kejahatan cyber.

Di awal kemunculannya, kejahatan cyber hanya berputar pada masalah keamanan sistem informasi, seperti peretasan situs, pembobolan ATM, penyadapan dan kejahatan ‘lugu’ lainnya. Namun belakangan, modus kejahatan cyber mulai sedikit berevolusi. Kini bermunculan generasi baru kejahatan cyber, kabar bohong (hoax) dan pencemaran nama baik melalui Internet dan dunia digital.

Masih segar di ingatan “perang saudara” saat menjelang pilkada gubernur Jakarta tahun 2015 lalu, dimana rakyat yang satu dengan lainnya saling menghujat, saling mejatuhkan satu sama lain melalui media digital. Internet digunakan sebagai alat menebarkan kebencian, mengadu domba dan pembunuhan karakter secara tak kasat mata. Sampa disini, terbukti sudah apa yang dikatakan oleh Bung Karno 50 tahun yang lalu, bahwa kita akan berperang melawan bangsa sendiri.

Namun kejahatan digital tak berhenti sampai disitu saja. Muncul banyak perilaku negatif lainnya yang menggunakan teknologi informasi khususnya media social. Sebut saja kejahatan pornografi melalui Facebook, kasus plagiarisme siswi SMA, hingga yang masih hangat diperbincangkan, industri pembuat kabar bohong Saracen. Dibalik itu semua, masih banyak ribuan kasus kecil yang kurang mendapat perhatian karena dianggap tidak menghebohkan.

Akhirnya, teknologi informasi yang awalnya dibuat untuk tujuan mulia beruah menjadi malapetaka. Terbukti sudah apa yang dikatakan oleh proklamator kita dulu. Sebuah masa telah datang, zaman yang bisa disebut “Penjajahan Digital”.

Melihat ini semua kita tidak bisa berpangku tangan begitu saja. Mari kita rebut kemerdekaan digital yang sesungguhnya. Merdeka dari penipuan, merdeka dari adu domba, merdeka dari bodohnya penggunaan teknologi digital. Bersama kita gunakan teknologi informasi sebaik mungkin dengan bijaksana. Kita sadarkan orang-orang yang menggunakan teknologi semaunya, kita bangun bangsa yang kuat, eratkan kembali rantai nasionalisme. Mewujudkan kemerdekaan di era digital.

Seperti kata Bung Karno, tidaklah mudah melawan kawan sendiri. Kemajemukan yang telah disalahgunakan harus kita rekatkan kembali dengan ideologi bangsa ini, Pancasila. Sekali lagi, hal ini tidak akan mudah. Menghentikan tangan-tangan jahil perusak bangsa. Namun jika dibiarkan, perjuangan para pahlawan akan sia-sia. Darah dan air mata yang telah dikorbankan untuk negeri ini akan tebuang percuma.

Entah untuk berapa lama kita akan berjuang, melawan ombak globalisasi dan digitalisasi. Namun ini adalah kesempatan kita untuk membuktikan kepada generasi terdahulu bahwa kita bisa mempertahankan kemerdekaan ini. Sekali lagi bangsa ini harus berjuang, namun kali ini berjuang melawan perpecahan, membangun dunia digital yang sebenarnya. Demi Indonesia yang maju, modern dan berteknologi digital. Mari wujudkan kemerdekaan di era digital. Diragahyu Indonesia yang ke-72. Merdeka!


Artikel ini diikutsertakan dalam lomba blog PalingBaru #LombaBlogPalingBaru